Memilih Jalan Kumbakarna atau Wibisana

September 2010
Kesaksian Ki Shadri

Rahwana, Raja Alengka memang suka bikin gara-gara. Dia menculik Dewi Shinta istri Sri Rama dari Ayodya. Dan sebelumnya ia pun pernah mengadu domba kakak beradik Prabu Sugriwa dan Prabu Subali. Selain itu ia pun melakukan kejahatan-kejahatan lainnya karena merasa memiliki kekuatan dan kekuasaan. Maka  karena dosa-dosanya itu, Sri Rama dibantu pasukan Prabu Sugriwa menggempur Negara Alengka. Awalnya masalah pribadi, tetapi karena menyangkut pribadi para elit suatu negara maka rakyat yang tak berdosa turut menjadi korban juga. 

Hanya sedikit dari saudara ataupun rakyat Rahwana yang setuju terhadap tindakannya. Namun mereka yang tidak setuju, tidak berdaya dan tidak berani berkonfrontasi dengan Sang Diktator Dzalim dan suka bertindak sewenang-wenang ini yang telah berhasil membuat sistem dzalim serta memutarbalikkan kebatilan seolah-olah kebenaran.

Adalah Raden Wibisana, adik bungsu Rahwana yang dengan tegas membantah sistem pemerintahan Rahwana. Suatu ketika Rahwana meminta Wibisana untuk ikut berperang melawan Sri Rama dan pasukan kera dari Gua Kiskenda pimpinan Prabu Sugriwa. Namun permintaan Rahwana itu ditolak mentah-mentah oleh Wibisana, malah ia meminta Rahwana untuk mengembalikan Dewi Shinta ke pangkuan Sri Rama. Sejak saat itulah, Rahwana marah besar kepada Wibisana dan mengusirnya dari istana. Lalu, Wibisana mengambil keputusan untuk meninggalkan Negaranya dan malah bergabung dengan Sri Rama, musuh bebuyutan kakaknya.

Mungkin keputusan Wibisana ini adalah keputusan yang sangat berat dan kontroversial. Banyak orang yang menuduh dia sebagai penghianat negara. Tetapi mungkin keputusan Wibisana ini didasari atas ijtihadnya bahwa tidak wajib taat kepada siapa pun di dalam hal kedzaliman. Wibisana lebih memilih meninggalkan negara dzalim lalu berhijrah ke Negara yang adil, meskipun harus berada di pihak musuh negaranya.

Lain halnya dengan adik Rahwana yang lain, Kumbakarna, yang sama-sama sudah sangat kesal dengan segala tindakan kakaknya itu. Ia memilih untuk tetap tinggal di negaranya. Namun cara yang ditempuh oleh Kumbakarna adalah tidur sepanjang waktu, bangun beberapa hari untuk makan kemudian tidur lagi. Begitulah seterusnya ia lakukan sebagai cara untuk mengingkari dengan hati atas sistem bejad yang selalu ia lihat di depan matanya.

Ketika peperangan telah menelan banyak korban dari pihak Alengka dan banyak ksatria yang gugur di medan perang, Rahwana mencoba membangunkan Kumbakarna untuk memohon agar ia mau memimpin pasukan ke medan perang. Konflik batin pada diri Kumbakarna pun berkecamuk. Satu sisi dia tidak menyetujui kedzaliman kakaknya. Namun pada sisi lain dia bersedih karena ketika dia bangun dari tidur panjangnya, dia melihat kehancuran yang dialami negaranya serta banyaknya tentara, rakyat dan para ksatria yang telah menjadi korban.

Maka Kumbakarna memutuskan untuk pergi berperang. Namun dia meminta pasukannya agar meluruskan niat, bahwa perangnya itu bukanlah untuk membela kedzaliman Rahwana, tetapi untuk membela negaranya yang sudah digempur oleh pasukan musuh. Setidaknya kehadiran Kumbakarna bisa mengurangi kehancuran yang diderita negara dan rakyatnya.

Di Medan perang, Kumbakarna bisa bertemu Wibisana, adik yang dicintainya. Kedzaliman kakak merekalah yang membuat mereka harus bertemu terakhir kalinya di dalam situasi penuh kesedihan. Hingga akhirnya Kumbakarna gugur oleh tangan Sri Rama. Dan setelah Rahwana tewas, Sri Rama sebagai penakluk Alengka menyerahkan kelanjutan kepemimpinan Alengka kepada Wibisana. 

Begitulah kedzaliman pemimpin, akan menelan korban orang-orang yang tidak berdosa dan membuat kesulitan orang-orang di sekitarnya. Ketika itu, orang-orang baik yang tidak sejalan dengan sistem Rahwana, mungkin akan memilih jalannya Kumbakarna atau jalannya Wibisana… 

1 komentar: