September 2010
Kesaksian Ki Shadri
Bagi Ki Shadri, pelaksanaan puasa tidaklah memberatkannya karena ketika ia masih berada di alam jahiliyah, ia sudah sering melaksanakan puasa. Bahkan menurut pengakuannya, puasa yang ia lakukan terkadang lebih berat dibandingkan cara-cara puasa yang ia lakukan di masa keislamannya. Ia pernah berpuasa selama tiga hari tiga malam dengan tidak makan dan tidak minum selain air putih. Ia pernah berpuasa tidak bicara dengan siapapun selama satu minggu tanpa putus. Bahkan ia pernah berpuasa tidak memakan makanan jenis hewani dan makanan pokoknya yakni nasi selama empat puluh hari tanpa terputus.
Memang cara berpuasa Ki Shadri di masa jahiliyahnya itu berbeda dengan cara berpuasa yang ia lakukan di masa keislamannya. Demikian pengalaman yang dipaparkan Ki Shadri di Majlis ta’lim Ustadz Mursyid sore itu yang didengarkan oleh murid-murid Ustadz Mursyid yang lainnya. Kata Ki Shadri, dari puasa-puasa yang pernah ia lakukan di masa jahiliyahnya itu, hasilnya adalah ia telah mencapai tingkatan tertentu di dalam urusan ilmu kanuragan. Konon, dahulu Ki Shadri bisa pergi ke suatu tempat yang jauh hanya dalam sekejap, ia bisa menembus dinding untuk memasuki suatu tempat, ia bisa tidak terlihat oleh mata kepala, ia tidak bisa dibinasakan hanya dengan senjata tajam dan ada beberapa kelebihan Ki Shadri lainnya.
Ya iya lah… secara namanya juga Ki Shadri, berasal dari bahasa arab, shadr berarti dada dan shadri berarti dadaku, maksudnya adalah hati manusia yang menembus waktu, menembus jarak, gaib dan untouchable…
Kembali ke kisah Ki Shadri yang sedang memaparkan pengalamannya di majlis Ustadz Mursyid. Kemudian Ki Shadri menjelaskan bahwa puasanya saat ini jelas berbeda dengan puasanya di masa lalu. Ia telah mengetahui dua syarat agar ibadah diterima oleh Allah. Syarat pertama yaitu suatu ibadah harus ikhlas yakni hanya diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah, menjalankan perintah-Nya serta tidak menyertakan sesuatu apapun selain Allah di dalam tujuan ibadah. Dan yang kedua, ibadah harus mengikuti contoh dari Rasulullah saw, tidak mengikuti contoh dari yang lain apalagi hasil karangan sendiri.
Namun kemudian Ustadz Mursyid, sang guru yang selalu memantau perkembangan prestasi Ki Shadri, termasuk perkembangan kelurusan hati sang murid, menyela pembicaraan Ki Shadri. “Shadri, antum masih belum memenuhi dua syarat diterimanya amal yang antum sebutkan tadi”, kata Ki Mursyid sambil menatap tajam Ki Shadri. Sambil agak tersentak Ki Shadri bertanya : “Apa kekurangan amal saya guru? Saya sudah sesuaikan aturan puasa ini dengan contoh dari Rasulullah saw. sebagaimana hadits-hadits yang engkau terangkan. Selain itu saya sudah ikhlaskan tujuan puasa saya hanya untuk Allah. Tidak ada lagi tujuan-tujuan puasa seperti yang pernah saya lakukan dulu. Saya tidak lagi berniat dengan puasa agar mendapatkan kekebalan dari senjata tajam, tidak ada lagi tujuan agar diperlancar mencari rejeki ataupun niat yang lainnya, puasa saya sekarang hanya untuk menjalankan perintah Allah dan akan menghasilkan peningkatan ketakwaan”. Ki Shadri menghela napas sebentar, kemudian melanjutkan pembicaraannya, “Bahkan sekalipun beberapa minggu lalu dokter mengatakan kepada saya bahwa saya ada masalah dengan kolesterol, tidak ada di dalam hati saya dengan puasa ini agar mendapat kesembuhan dari suatu penyakit. Puasa saya hanya ditujukan bagi Allah. Saya sudah benar meluruskan niat dan cara-cara ibadah saya”, demikian kata Ki Shadri.
Lantas sambil tersenyum namun masih tetap menatap Ki Shadri, Ustadz Mursyid berkata, “OK… kesalahan antum adalah sifat ‘ujub, dengan menganggap kemampuanmu ibadah dengan baik sekarang ini adalah hasil dari kerajinanmu belajar dariku, bukan sebagai pertolongan dan karunia dari Allah. Memang benar, niat antum sudah ikhlas beramal hanya karena Allah (lillah) tetapi antum tidak merasa bahwa kemampuan beramalmu itu hanya atas pertolongan-Nya (billah), padahal segala apapun yang terjadi, terjadi atas kekuasaan dan kehendak-Nya, jangan sekutukan dia dengan sesuatu apapun apalagi dengan dirimu sendiri ………….”.
Wallahu a’lam
Kesaksian Ki Shadri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar