Agustus 2008
Kesaksian Ki Shadri
Dalam rangka mendukung proses konversi dari penggunaan minyak tanah ke penggunaan gas elpiji, pemerintah melaksanakan kebijakan membagi-bagikan kompor gas beserta tabungnya secara gratis kepada rakyat. Hal ini sudah dan sedang dilakukan bertahap. Dan minggu lalu, pembagian ini sudah dilakukan juga di desa tempat saya tinggal.
Sesuatu yang tidak bisa dimengerti, ternyata yang menjadi mustahiq-nya adalah semua keluarga, termasuk keluarga yang sudah memiliki dan terbiasa menggunakan kompor gas. Bahkan jika ada satu rumah yang dihuni oleh dua kepala keluarga, maka rumah itu kebagian dua set kompor.
Lha terus, keluarga yang sudah memilikinya ini buat apa? Saya jamin, bahwa keluarga yang kebagian jatah padahal sudah memilikinya, tidak akan menambah penggunaan kompor gas di rumahnya. Mungkin kompor gas baru ini akan dijual atau mungkin juga akan digunakan dan kompor gas lamanya yang akan dijual atau bisa juga kompor baru ini hanya akan disimpan seperti di rumah saya yang kemudian hanya mempersempit rumah saya yang kecil.
Memang aneh bin ajaib, bukankah pemerintah kekurangan uang? Tetapi kenapa sering kali membelanjakan uang kepada sesuatu yang tidak bermanfaat atau melakukan belanja melebihi kebutuhan ?
Kasus lain dengan keanehan yang sama terjadi pula di daerah saya. Ketika beberapa bulan lalu diselenggarakan Pilkadal (Pemilihan Kepala Daerah Langsung). Awalnya ada pendaftaran calon pemilih. Ketika itu petugas memberi saya secarik kertas tanda sudah terdaftar sebagai calon pemilih. Kertas itu kemudian saya simpan karena saya pikir mungkin nanti akan dibutuhkan pada saatnya Pilkadal tiba untuk dibawa ke TPS.
Tetapi kemudian menjelang hari-H Pilkadal panitia pun datang lagi ke rumah-rumah untuk membagikan surat undangan untuk hadir di TPS. Jika hanya sampai disini saya masih maklumi, tetapi selain surat undangan ini panitia pun membagi-bagikan Kartu Tanda Pemilih dengan bentuk seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sehingga terkesan bahwa pelaksanaan Pilkadal ini tidak hanya akan dilakukan sekali ini saja. Karena kalau hanya sekali, buat apa ada pembagian Kartu Tanda Pemilih dengan bentuk permanen seperti KTP.
Wah, berapa ya biaya pembuatan surat undangan untuk hadir di TPS dan Kartu Tanda Pemilih ini?. Karena jumlah biaya untuk pengadaan dua hal ini termasuk bagian dari uang Negara yang dibuang sia-sia. Terbukti, ketika saya datang di TPS, ketiga surat dan kartu itu saya bawa dan panitia hanya mengambil salahsatunya saja yaitu surat tanda terdaftar sebagai calon pemilih. Sedangkan surat undangan dan kartu tanda pemilih, saya bawa kembali ke rumah. Sehingga sejak dua kertas ini dibuat dan akhirnya masuk ke tong sampah di rumah saya hanya pernah dibagi-bagikan saja tetapi tidak pernah digunakan.
Aaaah….. caapppek deeeech…. Pantesan Kang Doel Sumbang dalam lagunya mengatakan kalau Pemilu mah ‘cuma kerajinan tukang sablon’. Memang tiasa janten nya Kang Doel…
Dua kejadian di atas hanyalah bagian kecil dari sekian banyak tindakan boros bangsa kita. Hehe... fakir tapi boros ?
Kesaksian Ki Shadri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar