Islam untuk Politik atau Politik untuk Islam

Juli 2009
Kesaksian Ki Shadri

Sekitar pertengahan 1997, sebelum krisis moneter melanda negeri ini, suasana politik sudah menghangat. Di antaranya, beberapa tokoh politik dan mahasiswa kembali menyuarakan demokrasi mengkritik pemerintah saat itu yang dinilai tidak demokratis. Kasus 27 Juli terjadi di tahun ini, kasus penangkapan mahasiswa tokoh PRD di tahun ini juga dan ada beberapa peristiwa lainnya.

Ada satu peristiwa yang saya ingat di pertengahan tahun 1997 ini. Saat itu saya sedang bertugas mengerjakan proyek di Bali. Ketika saya bersama teman-teman keluar dari Bandara Ngurah Rai, kami melihat di jalan-jalan banyak spanduk yang isinya hujatan dari masyarakat Bali kepada seorang tokoh sebuah partai Islam (ingat, saat itu di Indonesia hanya satu partai yang "katanya" mewadahi aspirasi umat Islam ???). Karena penasaran, kemudian saya update berita dari orang-orang yang saya jumpai.

Ternyata gara-garanya, karena tokoh partai Islam itu, sebut saja Mr. S, mengatakan bahwa Ibu M agamanya tidak jelas. Padahal Ibu M itu sangat dikagumi oleh masyarakat Bali dan saat itu sudah menjadi tokoh sebuah partai yang terus menyelenggarakan mimbar dekmokrasi di Jakarta, mengkritik pemerintah bahkan disebut-sebut akan dijadikan sebagai calon presiden. Kata mereka, ketika ibu M berkunjung ke Bali, tokoh masyarakat Bali memintanya untuk mengikuti upacara di sebuah Pura. Upacara itu berisi pamitan Ibu M mewakili neneknya yang warga asli Bali yang ketika pergi meninggalkan Bali dulu belum mengadakan upacara sebagaimana yang biasa dilakukan orang Bali apabila akan meninggalkan kampung halamannya. Kehadiran beliau di upacara itulah, yang dikritik Mr. S dengan mengatakan bahwa Ibu M agamanya tidak jelas sehingga bagaimana mungkin bisa dicalonkan menjadi presiden.

Saya tidak tahu, apakah perkataan Mr. S itu dalam rangka menggunakan agama untuk kepentingan politiknya atau tidak. Sebagaimana saya pun tidak tahu, apakah kehadiran Ibu M di sebuah upacara keagamaan di Bali itu untuk kepentingan politik juga atau alasan lainnya?.

Namun isu agama yang dikaitkan dengan kepentingan politik jelas sering kali kita temui. Pada Sidang Umum MPR 1999, kita saksikan ketika seorang wanita dijegal untuk menjadi presiden bukan dengan isu kapabilitas, tetapi dengan dalil agama, katanya wanita tidak boleh menjadi pemimpin. Tapi lucunya sekitar tiga tahun kemudian ketika malah wanita yang menjadi presiden, eh…. yang menjadi wakilnya malah ketua umum sebuah partai Islam, yang dulu habis-habisan menyerukan anti presiden wanita.

Sekarang kita temui isu tentang kerudung bagi capres atau istri-istri capres, isu satu-satunya capres yang belum pernah beribadah haji, isu istri capres yang katanya tidak beragama Islam, isu hanya ada satu-satunya capres/cawapres yang lancar membaca Al Quran (ayo tebak siapa...?) ... etc.

Sudahlah Bos… jangan peralat agama untuk tujuan politik sempit anda. Tapi jika anda berpolitik untuk kepentingan agama, maka anda layak dapat bintang. “…dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa”. (Al Baqarah : 41)


Kesaksian Ki Shadri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar