Februari 2009
Kesaksian Ki Shadri
Togog, saudaranya Semar dari dulu memang bernasib malang. Ratusan tahun mengabdi kepada raja-raja, tetapi raja-raja yang menjadi majikannya itu selalu saja raja yang dzalim. Berbagai nasihat senantiasa meluncur dari mulutnya, tetapi selama bertentangan dengan keinginan Sang Raja, maka nasihatnya itu tak ada bedanya dengan noise yang keluar dari pesawat radio butut. Hanya nasihat yang sesuai dengan keinginan Sang Raja yang akan diterima. Terkadang dia terpaksa menahan sebagian nasihatnya. Bahkan mungkin terkadang ia mengupayakan pembenaran terhadap keinginan Sang Raja sekalipun bertentangan dengan hatinya, hanya karena takut atau cari aman. Demikian kemalangan Togog.
Rakyat di Negri Togog hampir sulit mempercayai tokoh-tokoh mereka. Mereka sulit menghilangkan su-udz dzann kepada kaum intelektual, birokrat, pengusaha bahkan tokoh agama. Sebagai contoh, pernah terjadi di suatu masa, kawan-kawan Togog yang menjadi wakil rakyat hanya tahu nyanyian “Setuju” seperti kata Bang Iwan Fals. Setelah masa itu terlewati, para wakil rakyat bisa berbicara bebas menyampaikan pendapat bahkan mengkritik dengan keras. Tetapi sayang sebagian dari mereka memanfaatkan kebebasan ini untuk mencari keuntungan pribadi sehingga kemudian rakyat tidak mempercayai mereka lagi.
Togog sebagai penasihat spiritual, sering mendapatkan tanggapan sinis dari rakyat di negrinya. Dahulu, Sang Raja mempunyai program legalisasi satu jenis perjudian atas nama sumbangan dana berhadiah, Togog dan kawan-kawan cicing wae. Hanya setelah keresahan muncul di kalangan rakyat, kemudian Sang Raja sudah menunjukkan indikasi ingin mencabut program yang ini, maka Togog dan kawan-kawan baru mampu berkata : “No !”. Nah, inilah di antara kemungkinan kenapa Majlisnya Togog kurang dipercayai rakyat.
Di masa sekarang, Togog dan kawan-kawan masih tetap saja jadi sasaran su-udz dzann rakyat di negrinya. Bagaimana tidak, karena potensi untuk terjadinya su-udz dzann sangatlah banyak. Misalnya ketika Majlisnya Togog mengeluarkan fatwa tentang haramnya golput. Tanggapan sinis lah yang kemudian muncul.
Ada beberapa kemungkinan penyebab kenapa tanggapan sinis ini muncul. Pertama, mayoritas rakyat sudah tahu kalau pemilihan pemimpin itu sangatlah penting. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah rakyat memiliki pengalaman buruk dengan janji-janji para calon pemimpin itu. Jadi mereka memutuskan untuk golput bukan karena menganggap pemilihan pemimpin itu tidak penting , tetapi karena sudah bosan dikhianati.
Kedua, Kesadaran rakyat untuk mengikuti hasil-hasil penelitian para tokoh seperti Togog dan kawan-kawan masih sangat kurang.
Kemungkinan ketiga, rakyat masih sulit untuk positive thinking, karena menduga bahwa fatwa ini mengandung muatan politik. Kenapa tidak, toh beberapa orang dari tim majlisnya Togog itu ada yang termasuk tokoh dari partai-partai kontestan pemilihan pemimpin di negrinya. Di antara mereka ada yang diusung oleh salahsatu partai sebagai balon pucuk pimpinan negri. Dan adapula yang menjadi ketua majlis mustasyar salahsatu partai kontestan, bahkan partainya ini berbasis masa sama dengan seorang tokoh lain yang sebelumnya telah menyerukan golput kepada masanya.
Jadinya sulit memang untuk ber-positive thinking di Negri Togog…..
Kesaksian Ki Shadri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar